Tag Archives: hikmah

Hidup dan matilah dalam Islam..!!

Manusia memiliki kepekaan perasaan, kemampuan berfikir, namun masalah-masalah yang dihadapi, keinginan-keinginan yang tak terpenuhi didalam diri menjadikan kemelut membuatnya menjadi seakan-akan kehidupan didepan mata lebih sempit dari lubang jarum. Walau kenyataan jika dilihat dan terlihat berbagai kenikmatan dunia tersedia untuknya. Kita terkungkung oleh kenikmatan dan kesengsaraan. Ketika rezeki berlimpah berkuasa, merasa sangat kuat hingga semena-mena, memandang hina rendah kepada mereka yang dibawah, menjadikan hayalan sebagai cita-cita.

Ketika berbagai kesulitan menerpa, merasa sangat rendah dan hina timbul rasa iri dengki benci kepada mereka yang diatas dan kelihatannya sedang berada. Nikmat, sengsara, senang, susah, hina, mulia, miskin, kaya adalah ujian dan cobaan hingga ajal menjemput kita. Memang hidup dimuka bumi ini warna warni, tak mudah menemukan makna dan kemuliaan hidup yang sebenarnya. Tak sedikit yang menyia-nyiakan hidup, hidup sekedar hidup matipun tak berarti. Hidup laksana mengejar layang-layang putus, lelah dan akhirnya meninggal tak bermakna. Betapa ruginya jika menjadi manusia yang jasadnya hidup, namun kesadarannya mati. Jasadnya hidup namun rasa, pikir dan nuraninya mati suri. Mati sebelum mati.

Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam Al Qur’an surat Ali Imran (3) ayat 102:

”Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa,
dan janganlah kamu mati kecuali kamu Islam”

Artinya, hiduplah dalam Islam baru mungkin mencapai mati dalam Islam…

Pertolongan

Setiap manusia hidup pasti pernah merasakan dan menghadapi hambatan, rintangan, dan cobaan. Begitu banyak kelokan, lubang, rintangan, paku dan duri dijalanan yang kita lalui. Ketika hambatan dan rintangan, cobaan dan tantangan lebih besar dari kemampuan saatnya pertolongan diperlukan. Maha Suci Allah, Maha Besar Allah, Maha Kuasa Allah saat ini kita dipertontonkannya pada bencana dan bencana. Bencana Tsunami, gempa bumi, banjir air, banjir lumpur, gunung meletus, tanah longsor, angin puting beliung, kecelakaan transportasi darat laut dan udara, kebakaran hutan, pasar, pertokoan, dan rumah-rumah. Berbagai macam penyakit, virus flu burung, demam berdarah, virus-virus penyakit lainnya susul menyusul.

Kita berada pada era bencana, bencana kelaparan, bencana permusuhan, perpecahan, bahkan pembunuhan. Entah sudah berapa banyak korban jiwa, entah seberapa besar kehidupan yang terhempas, entah berapa yang hilang dan kehilangan. Menghadapi kenyataaan ini apa yang harus kita perbuat? Maukah dan sudahkah kita introspeksi menghisab diri? Apakah semua ini karena kelalaian dan kebodohan kita? Atau karena kezaliman dan kemungkaran kita? Atau apakah semua ini ujian dan cobaan yang akan meningkatkan derajat kita? Sudahkan saatnyakah pertolongan kita perlukan?

Dan jika kita sepakat, ya kita perlu pertolongan, pertolongan siapa? Kepada siapa? Dan siapa yang mampu menolong kita? Jika kita sepakat bahwa hanya Yang Maha Kuasa, Yang Maha Penolong yang mampu menolong. Maka pertanyaannya adalah, maukah kita hanya beribadah menghambakan diri semata-mata kepada-Nya?

”Sesungguhnya hanya kepada-Mu lah ya Allah kami menyembah,
dan hanya kepada-Mu lah ya Allah kami mohon pertolongan”

Muslim sejati

Jika kita memburu kesenangan sesaat lalu menderita seabad, pintarkah kita? Jika kita sudah mengetahui sesuatu yang sementara dan sesuatu yang abadi, kemudian kita lebih mengutamakan yang sementara, cerdaskah kita? Jika untuk menyenangkan sekelompok kecil atau bahkan memuaskan ambisi pribadi, ada yang mampu mengorbankan masyarakat luas bahkan masa depan ummat, arifkan kita? Jika kita masuk kedalam kelompok demikian, sudahkah kita benar-benar Islam?

Karena bukankah suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rahmat bagi sekalian alam. Sudahkah kita benar-benar Islam? Karena bukankah suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW bersabda:

”Orang Islam itu adalah yang orang lain akan selamat dari lisannya dan tangannya”

Dalam kisah yang lain, ketika seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW tercinta,
Wahai Rasulullah Islam seperti apa yang baik?

Rasulullah SAW bersabda:
”memberi makan kepada mereka yang membutuhkan, mengucapkan salam kepada orang yang
dikenal dan tidak dikenal.”

Bukankah pada kesempatan lain Rasulullah SAW pun pernah bersabda:

”sebaik-baik kamu adalah yang paling banyak manfaatnya”

Sudah Islamkah kita…..

Cinta…

Jika kita bertanya kepada 100 orang, adakah mereka kenal dengan ayah dan ibunya? Insya Allah hampir semua menjawab kenal. Jika pertanyaan dilanjutkan adakah mereka kenal dengan kakek dan neneknya? Ternyata ada diantaranya yang tak pernah berjumpa dengan kakek atau neneknya. Dan jika kita bertanya adakah yang pernah kenal dan berjumpa dengan ayah dan ibu dari kakek dan nenek? Ternyata hampir semua menjawab tidak pernah. Kemana mereka? Dimana mereka? Mereka telah meninggalkan dunia fana.

Begitupun juga kita, kitapun pasti akan meninggal. Menginggalkan semua yang kita cinta atau ditinggal oleh yang kita cinta. Al Ghazali dengan bijak menyampaikan;

”Cintailah sesuatu, tetapi ingatlah engkau akan meninggalkannya”

Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an surat Al Hadid (57) ayat 20:

”Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan melalaikan, perhiasan, bermegah-megahan diantara kamu, serta berbangga-bangga dan berlomba-lomba banyak harta dan anak….”

Akhir ayat dari surat ini ditutup :

”Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan yang menipu”

Tak ada yang kekal kecuali Allah. Pertama tak ada satupun sebelumNya, Tak pernah berakhir, Takkan pernah mati selamanya.

Alangkah indahnya manakala kita mampu mencintai-Nya. Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah (2) ayat 165:

“adapun orang-orang beriman sangat mencintai Allah…”

Adakah kita….

Kebahagiaan

Kebahagiaan, manusia mana yang tak bercita-cita untuk mendapatkannya. Seluruh manusia hidup, bagaimanapun kondisinya, apapun profesinya, apapun pangkat derajatnya, apapun agamanya, siapapun dia, tua ataukah muda, lelaki ataukah wanita, miskin atau kaya, jelata atau penguasa, berusaha bekerja untuk mencapai bahagia.

Buruh, pengusaha, pedagang, tentara, cendekiawan, budayawan, pelajar, mahasiswa, guru, dosen, ahli ibadah bersungguh-sungguh, berpayah-payah ketika ditanya tujuan akhirnya, jawabannya ingin hidup berbahagia.

Nah, dimana kebahagiaan itu? apa dan bagaimana kebahagiaan? Sungguh ironis kebanyakan manusia tidak mengerti atau bahkan tidak mau mengerti substansi bahagia. Sehingga betapa banyak manusia berusaha berjuang mengejar kebahagiaan, namun yang didapatkannya hanya penderitaan.

Nabi kita Nabi Muhammad SAW bersabda:

”Barangsiapa yang menginginkan dunia dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat dengan ilmu,
Barangsiapa yang menginginkan keduanya dengan ilmu.”

Sekarang tentang ilmu itu sendiri, Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an surat Al Mulk (67) ayat 26:

”Sesungguhnya ilmu itu berada disisi Allah…”

Sudahkah kita berusaha mendapatkan ilmu dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Allah? Artinya jika kita ingin berbahagia maka kita harus senantiasa mendekat dan mengetahui ilmu langsung dari sumbernya yaitu Al Qur’an dan Sunnah Rasul SAW.

Penyakit hati

Ketika tubuh terasa lemah dan letih, kepala terasa sakit atau gigi nyeri, dengan segera kita mencari dan membeli obat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit itu. Jika ternyata dengan obat-obat tersebut sakit tak kunjung jua sembuh, maka dengan segera kita berusaha mencari dokter, tabib, atau sinshe yang ahli untuk mendiagnosa dan mengobati. Untuk menyembuhkan penyakit-penyakit fisik ini berapapun biayanya kita tak perduli. Namun jika virus iri dan dengki, sombong dan selalu ingin dipuji, malas, kikir, tak mau terima kasih, atau berbagai macam penyakit hati menjangkiti, kita sering lalai tak sadar apalagi mengerti. Berusaha mendiagnosa dan mengobati? Jauh panggang dari api.

Memang ironi, padahal suri tauladan kita, hamba pesuruh kekasih Allah SWT, Nabi Muhammad SAW bersabda:

”Ketahuilah, sesungguhnya didalam tubuh ada segumpal darah. Bila ia baik
maka baiklah seluruh tubuhnya, dan bila ia buruk maka buruklah seluruh tubuhnya. Ia adalah hati”

Sahabat Abu Hurairah ra berkata;

”Hati adalah raja, anggota badan adalah tentaranya. Bila rajanya baik, baik pula pasukannya,
bila rajanya jahat maka jahat pula pasukannya.”

Allah SWT berfirman dalan surat Asy Syu’ara (26) ayat 88-89:

”(yaitu) di hari tak ada gunanya lagi harta dan anak-anak (88)
Kecuali siapa yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (89)”

Sudahkah kita bertanya pada diri kita, pernahkah kita men-general check up, memeriksa, adakah kita terserang penyakit hati?

Amal terbaik

Jika kita melihat kedalam diri, ternyata kita hanya mempunyai waktu 24 jam perhari. Kita tak mampu melek terus selama 24 jam perhari. Kita hanya mampu terjaga, bangun, berangkat bekerja, beramal. Tapi kita harus istirahat, kita perlu makan, kita perlu minum, kita perlu tidur.

Mau atau tidak mau ternyata kitapun tidak bisa sehat terus, ternyata kita pun tak mampu hidup terus. Ketahuilah, ikhlas atau terpaksa, mau atau tidak mau, kita akan mati dam kita pasti akan kembali pada Ilahi rabbi. Pertanyaannya adalah untuk apa hidup kita ini? Dan Bagaimana memanfaatkan hidup kita ini? Apa yang kita gunakan, apa yang kita amalkan, baik atau tidak baik, sesungguhnya akan dimintakan pertanggungan jawab nanti. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an surat Al Mulk ayat 2:

”Dia Allah yang menciptakan kita, mati dan hidup bagi kita, untuk melihat dan
mengetahui siapa yang paling baik amalnya..”

Apakah kita membuat amal yang terbaik selama hidup kita ini? Atau kita menyia-nyiakannya…